Minggu, 29 September 2019

MELANGKAH


Bismillahirrohmaniirrohiim,

Beranjaklah melangkah, jika kau punya tujuan. Sekecil apapun itu, teruslah melangkah. Kadang kaki terasa ringan, tapi tak jarang pula terasa berat. Itulah dinamika kehidupan yang tak bisa kita lawan. Bersahabatlah dengan kenyataan, dengan terus berusaha dan berdoa. Ingatlah selalu kita tidak sendirian, ada Allah Yang Maha Penyayang.

Wallohu a’lam

Minggu, 09 Juni 2019

AKU DAN AKU


aku dan aku ibarat dua kaki yang berjalan beriringan
Laksana dua sayap yang mengepak
Bak kedua telapak tangan yang saling bertepuk
Berbeda tapi sama
Sama tetapi berbeda
Saat aku yang satu panas, aku yang lain dingin
Ketika aku yang satu bicara, aku yang lain diam
aku dan aku punya kelebihan masing-masing
punya kekurangan masing-masing
dan punya peran masing-masing
Tak ada yang boleh meremehkan apalagi merendahkan
Karena aku adalah aku
dan aku adalah aku
aku ada karena aku ada
aku tercipta karena aku tercipta
aku dan aku adalah makhluk
yang Allah ciptakan
dengan rasa kasih dan sayang.

Minggu, 26 Mei 2019

MENDIDIK


Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Mendidik adalah sesuatu yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia. Apapun profesinya, apapun keahliannya, mendidik menjadi suatu kebutuhan dasar manusia. Minimal adalah mendidik dirinya sendiri. Dengan harapan, semakin berjalannya waktu, semakin bertambah pula kualitas seseorang. Sebagai manusia biasa, tak ada yang terlahir sempurna. Allah dalam kitab suci-Nya telah menginformasikan bahwa manusia selain membawa potensi kebaikan, juga mempunyai sisi kekurangan. Selama manusia masih bernafas, selama itu pula kewajiban untuk memperbaiki diri terus Ia pikulkan. Bukan karena Allah kejam, justru karena Allah begitu sayang kepada hamba-Nya. Allah ingin melihat seberapa gigih dan tekunnya kita sebagai manusia dalam berusaha, berjuang dan berdoa demi memperbaiki diri dan memperindah akhlak. Allah Maha Melihat Maha Penyayang.
            
Karena kehidupan manusia tidak bisa lepas dari proses mendidik, ada hal penting yang ingin penulis sampaikan bahwa mendidik ibarat sedang “membentuk” atau “mengubah” atau “memproses” dari yang tadinya kurang baik atau kurang bermanfaat, menjadi baik, bermanfaat, indah dan sebagainya. Renungkanlah sejenak bahwa hampir semua yang namanya “membentuk, mengubah, atau memproses” itu membutuhkan waktu, tempaan, dan rasa yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, proses dari tanah liat menjadi keramik, dari sebulir pasir menjadi mutiara, dan dari ulat menjadi kupu-kupu. Memang tak mudah untuk menerima kenyataan itu semua, apalagi kita hidup di zaman modern dimana budaya serba instan dan faham hedonisme sudah merambah dan mulai mengancam kehidupan manusia.
            
Berbahagia sekali apabila kita mampu mengemas proses mendidik dengan sesuatu yang menyenangkan. Ibarat obat, obat itu dilapisi dengan sesuatu yang rasanya enak. Atau obat yang telah dicampur dengan sesuatu sehingga rasanya tidak lagi menjadi pahit tetapi menjadi manis atau rasa buah dan sebagainya. Walaupun rasanya sudah berubah, namun didalamnya tetap masih ada obat yang sebenarnya berasa pahit. Andaikan tidak mampu membuat obat yang rasanya enak, jangan sampai “obatnya dibuang, diganti dengan sesuatu yang rasanya enak”. Karena jika dimakan bukan kesembuhan yang didapat. Bukankah tujuan meminum obat adalah sebagai lantaran untuk memperoleh kesembuhan! Rasa bagi sebagian orang (khususnya anak-anak) memang penting, tetapi bukan itu tujuannya.
            
Sebagai pendidik (minimal pendidik untuk dirinya), teruslah belajar dan ingatlah bahwa “menjadi baik dan bermanfaat” itu butuh perjuangan yang tak singkat dan tak mudah. Maka berusahalah untuk membalut rasa yang tidak menyenangkan menjadi sesuatu yang terasa menyenangkan, misalkan selalu memunculkan rasa syukur, mencari strategi, metode ataupun trik dalam mendidik agar terasa lebih menyenangkan, atau mencari sisi-sisi yang menyenangkan. Apabila saat ini kita belum mampu menemukan itu semua, jangan berhenti. Terus lakukanlah walaupun masih terasa pahit. Karena “manis atau pahit nya perjuangan” itu sebenarnya bukanlah tujuan. Tujuannya adalah “kesembuhan, kebaikan, keindahan”, yang pada akhirnya mendatangkan keridoan Allah, Tuhan semesta alam.

Wallohu a’lam.

Jumat, 24 Mei 2019

TANGAN YANG TERUS TERBUKA


Bismillahirrohmaanirrohiim. 

Manusia hidup, tak bisa melepaskan diri dari kebaikan-kebaikan orang lain. Melalui tangan-tangan maanusialah Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang mencurahkan nikmat-Nya. Setiap hari, bahkkan setiap detik detak jantung berada dalam kasih sayang-Nya. Dalam kehidupan manusia, ada sosok yang sangat berharga yang mestinya singgah kokoh dalam relung hati yang terdalam. Melalui sikapnya, lisannya dan tangannya Allah telah mengalirkan secercah cahaya kepada kita. Dia adalah guru-guru kita.

Serendah apapun diri kita, pasti kita memiliki guru. Guru yang telah mengajarkan kebaikan dan kemuliaan. Guru yang terus peduli dengan anak didiknya atau santrinya dengan caranya masing-masing. Mereka ingin kita menjadi orang yang selamat. Mereka ingin melihat kita hidup bahagia, tak hanya di dunia namun di akhirat. Namun, lihatlah diri kita, Sudahkah kita melaksanakan nasihat-nasihatnya! Atau bahkan kita telah “mengabaikan petuahnya”!

Ingatlah, tak ada tangan guru yang tertutup untuk menerima kepulangan si murid yang telah bersalah. “Tangannya” begitu lembut untuk menerima muridnya kembali dalam kebenaran. “Tatapan” matanya pun selalu teduh untuk menyambut kepulangan kita sebagai murid, yang telah  lama meninggalkan nasihatnya. Jangan ragu untuk mendekatinya, meski “tangan “ ini kotor. Beliau akan menggenggam “tangan” kita, menuntun dan mendoakan dalam heningnya. Terimakasih guruku.

Wallohu a’lam.

Rabu, 27 Maret 2019

PENDIDIKAN KELUARGA

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Meskipun orang tua bukan guru secara formal, tetapi perannya sebagai pendidik sangatlah besar, bahkan melebihi peran guru di sekolah. Setiap hari antara orang tua dan anak selalu terjalin komunikasi. Apa-apa yang diucapkan dan diperbuat oleh orang tua akan menjadi model bagi anak-anaknya. Apabila orang tuanya terbiasa berbuat dan bertutur kata baik, maka anak akan menirunya. Begitu juga sebaliknya, kalau perbuatan dan tutur kata orang tua buruk, maka anak mereka juga akan mengikutinya.

Anak yang sering melihat orang tuanya sering pergi ke masjid, rajin mengikuti majelis-majelis ta’lim, tekun membaca buku, dan ulet dalam bekerja, maka anak-anaknya akan cenderung mengikutinya. Begitu pula ketika seorang anak dibiasakan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an bersama-sama, puasa sunah bersama-sama, maka anak tersebut pasti akan berbeda dengan anak yang tidak diberikan contoh dan dibiasakan seperti itu. Meskipun dalam kenyataannya tidak semua anak itu sama dengan orang tuanya, tetapi yang perlu dipahami dan diyakini bahwa, anak yang dididik dengan baik pasti berpeluang jauh lebih besar untuk menjadi anak yang baik dari pada dengan yang tidak dididik. Dalam masyarakat Jawa khusunya ada ungkapan, “Jika manusia menanam padi, maka tidak semuanya padi yang tumbuh, tetapi rumputpun ikut tumbuh. Namun kalau manusia menanam rumut, jangan harap padi akan tumbuh”.

Wallohu a'lam.

Sabtu, 09 Maret 2019

BERJALAN DI ATAS LANGIT


Bismillahirrohmaanirrohiim,

“BANYAK ORANG YANG PANDAI BERJALAN DI ATAS LANGIT. NAMUN JARANG YANG MAMPU BERJALAN DI ATAS MUKA BUMI” (Jalaludin Rumi)

Sepintas, akal sehat kita akan menolak pernyataan di atas. Akan tetapi jika kita ulangi dua, tiga kali, atau bahkan lebih. Maka bisa memunculkan makna yang berbeda dari pemahaman kita sebelumnya. Ada pesan moral yang cukup dalam dari makna konotatif yang terkandung di dalamnya.
Antara angan dan kerja keras, antara impian dan semangat juang. Dominan manakah diri kita? Apakah kita hanya pandai berjalan di atas langit?

Wallohu a’lam.