Bismillahirrohmaanirrohiim,
Apabila mendengar kata
“jurus”, yang muncul dalam benak kita kurang lebih adalah tentang sesuatu yang
hebat, luar biasa dan bisa menjadikan seseorang
“sakti mandraguna”. Dengan jurus yang hebat pula, seseorang bisa
mengalahkan musuh-musuhnya dan bisa menjadi sosok yang dikenal oleh banyak
orang. Lalu yang ingin penulis tanyakan, untuk mendapatkan itu semua apakah
seseorang hanya cukup berleha-leha saja tanpa mau berusaha, belajar dan
berlatih? Adakah perjuangan, pengorbanan dan rasa sakit yang harus ia terima
agar mampu menguasainya?
Tulisan ini akan
sedikit memberi gambaran umum tentang satu hal yang seharusnya setiap manusia
itu mampu menguasainya, sehingga ia menjadi orang yang baik, khususnya dalam
berhablum minannas (berhubungan dengan sesama manusia). Satu hal penting itu
penulis istilahkan dengan “jurus ampuh”, agar pembaca lebih mudah dalam
mengingat dan memahaminya.
Jurus ini sangat
sederhana sekali, prinsipnya adalah “Jika dipukul sakit, maka jangan memukul”.
Coba resapi dan renungkan prinsip tersebut. Semakin dalam kita memahaminya,
maka akan semakin mudah dalam mengaplikasikannya. Prinsip ini menurut orang jawa, diistilahkan
dengan “tepak ngawak”. Yaitu berusaha memposisikan diri orang lain, seperti
diri kita sendiri.
Allah menciptakan
manusia dengan fitrah yang sama. Setiap manusia ingin selamat, ingin bahagia,
ingin diterima dan diakui keberadaannya, ingin disayang, ingin diperlakukan
baik dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya, setiap manusia tidak ingin celaka,
tidak ingin sengsara, tidak ingin diabaikan, tidak ingin disakiti, dan tidak
ingin diperlakukan kasar. Apabila kita sudah memahami itu semua, maka akan
muncul dalam fikiran bahwa “semua orang pada dasarnya adalah sama”. Karena
orang maka ingin diorangkan, karena manusia maka ingin dimanusiakan, tentunya
sesuai dengan batasan-batasan yang diridoi oleh-Nya.
Setelah muncul
pemahaman tersebut, selanjutnya diri kita akan terdorong untuk menekan sisi ego
yang ada dalam diri. Sisi ego atau “keakuan” yang selama ini tumbuh subur tanpa
kendali membuat banyak orang disekitar kita terabaikan karenanya. Terlalu
besarnya ego telah membutakan mata hati untuk bisa melihat ke dalam, dan ikut
merasakan apa yang mereka rasakan. Sehingga banyak hal penting luput dari
pandangan dan kepedulian kita. Kita cenderung terlalu asik dan sibuk dengan
urusan-urusan pribadi tanpa mau mengorbankan sebagian hidup kita untuk orang
lain. Sungguh betapa egoisnya kita.
Kemudian setelah kita
mampu mengendalikan ego, yang perlu dimunculkan selanjutnya adalah kemampuan
untuk bisa memilah dan memilih serta menentukan apa yang harus dilakukan
terhadap orang lain, baik dari segi hati / prasangka, ucapan dan juga tindakan.
Sehingga apa yang ada di hati, fikiran, lisan dan perbuatan kita sesuai dengan
tugas manusia sebagai “khalifatullah fil ard” yaitu wakil Allah di muka bumi.
“Jika orang lain
sebagai kata, maka jadikan diri kita untuk mengeja”
Sehingga antara tulisan
dan ucapan akan selaras dan sejalan.
Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar