Senin, 18 Desember 2017

JANGAN SAMAKAN AKU



Bismillahirrohmaanirrohiim,

Manusia dengan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya sering kali lupa bahwa dia adalah “manusia”. Semakin tinggi derajat manusia dihadapan makhluk, kadang tak sejalan dengan semakin tingginya keyakinan bahwa dirinya adalah manusia. Sebagian pembaca mungkin bertanya, “Memangnya seberapa pentingkah manusia itu mengakui bahwa dirinya manusia, bukankah seandainya tidak diakuipun, manusia tetaplah manusia!”
Penulis akan menunjukan sebuah contoh sederhana betapa pentingnya sebuah pengakuan terhadap siapa sejatinya diri kita.

Seorang anak yang tidak mengakui bahwa dirinya adalah anak, maka bisa dipastikan perilakunya akan semena-mena terhadap kedua orang tuanya. Sampai kapanpun anak tetaplah anak dihadapan kedua orang tuanya. Setinggi apapun derajat, pangkat, ilmu yang dimiliki, tidak akan pernah bisa menggeser kedudukannya. Bahkan ketika sudah punya keturunanpun, dia tetap sebagai anak bagi orang tuanya.

Begitu juga dengan kita sebagai “manusia”. Ketika kita sering melupakan bahwa kita adalah manusia, maka kita juga akan seenaknya sendiri dalam menjalani kehidupan ini. Seakan dunia ini milik kita, yang bebas kita perlakukan sesuai dengan keinginan dan ego yang tak pernah kering. Mereka juga akan memaksa dunia menjadi surga bagi dirinya.

Betapa kerdilnya otak kita, jika sampai berfikiran seperti itu. Ingin A harus dikabulkan A, ingin B harus dikabulkan B. Tanpa mau bersusah payah dan tanpa mau bersimpuh kepada Allah. Andai dunia bisa bicara, mungkin ia akan berkata, “Jangan samakan aku dengan surga, jangan pula samakan aku dengan neraka”.


Wallohu a’lam

Selasa, 05 Desember 2017

JUMLAH "DUNIA"


Bismillahirrohmaanirrohiim,

Sebagai manusia biasa, kita tidak bisa lepas dari orang lain. Setiap hari bahkan hampir setiap saat kita bertemu dengan sesama. Saling berkomunikasi, saling membantu dan saling membutuhkan. Tanpa dipungkiri pula, kadang juga terjadi perbedaan pendapat, salah paham bahkan sampai terjadi perselisihan. Inilah manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Akan tidak manusiawi manakala seseorang selalu menganggap dirinya benar tanpa mau melihat orang lain dengan sebening-beningnya penglihatan.

Apabila kita mau melihat dan menyandingkan diri kita dengan orang lain secara lebih mendalam, maka kita akan menemukan sesuatu yang bisa membuat kita faham bahwa, “dunia ini sebanyak orang yang ada di dunia”.

Kita sering menggembar-gemborkan bahwa masalah kita banyak dan berat, padahal sejatinya tidak ada manusia yang tidak punya masalah. Kemudian kita juga sering merasa bahwa kita telah banyak berjuang dan berkorban untuk kehidupan, padahal setiap manusia juga berjuang dan berkorban untuk memperoleh yang diimpikannya. Lalu untuk apa kita mengeluh, bukankah masalah sudah menjadi sebuah keniscayaan dalam hidup. Kemudian untuk apa kita merasa hebat, bukankah setiap orang juga pejuang bagi hidupnya.

Masing-masing dari kita adalah “pemeran utama dalam dunia kita masing-masing”. Sebagai pemeran utama, mampukah kita berjuang layaknya pahlawan yang selalu kita andalkan, yang selalu berjuang tanpa putus asa, gagah berani, untuk mengalahkan musuh-musuhnya dalam setiap pergulatan kehidupan yang dihadapi. Tanyakan pada diri yang terdalam, berapa kali kita menang dan berapa kali kita kalah dalam menghadapi lika-liku dan persoalan hidup? Kemudian bandingkan lebih sering menang atau kalah? Kemudian pikirkan pula, kalau kita seperti ini terus endingnya nanti kira-kira seperti apa?

Mudah-mudahan kita diberi keteguhan tekad, kekuatan lahir batin, hidayah, serta bimbingan-Nya dalam melakoni setiap episode kehidupan.

Wallohu a’lam