Bismillahirrohmaanirrohiim,
Manusia dengan segala
potensi dan kemampuan yang dimilikinya sering kali lupa bahwa dia adalah
“manusia”. Semakin tinggi derajat manusia dihadapan makhluk, kadang tak sejalan
dengan semakin tingginya keyakinan bahwa dirinya adalah manusia. Sebagian
pembaca mungkin bertanya, “Memangnya seberapa pentingkah manusia itu mengakui
bahwa dirinya manusia, bukankah seandainya tidak diakuipun, manusia tetaplah
manusia!”
Penulis akan menunjukan
sebuah contoh sederhana betapa pentingnya sebuah pengakuan terhadap siapa
sejatinya diri kita.
Seorang anak yang tidak
mengakui bahwa dirinya adalah anak, maka bisa dipastikan perilakunya akan
semena-mena terhadap kedua orang tuanya. Sampai kapanpun anak tetaplah anak
dihadapan kedua orang tuanya. Setinggi apapun derajat, pangkat, ilmu yang
dimiliki, tidak akan pernah bisa menggeser kedudukannya. Bahkan ketika sudah
punya keturunanpun, dia tetap sebagai anak bagi orang tuanya.
Begitu juga dengan kita
sebagai “manusia”. Ketika kita sering melupakan bahwa kita adalah manusia, maka
kita juga akan seenaknya sendiri dalam menjalani kehidupan ini. Seakan dunia
ini milik kita, yang bebas kita perlakukan sesuai dengan keinginan dan ego yang
tak pernah kering. Mereka juga akan memaksa dunia menjadi surga bagi dirinya.
Betapa kerdilnya otak
kita, jika sampai berfikiran seperti itu. Ingin A harus dikabulkan A, ingin B
harus dikabulkan B. Tanpa mau bersusah payah dan tanpa mau bersimpuh kepada
Allah. Andai dunia bisa bicara, mungkin ia akan berkata, “Jangan samakan aku
dengan surga, jangan pula samakan aku dengan neraka”.
Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar