Selasa, 02 Januari 2018

IMAGE


 Bismillahirrohmaanirrohiim,

Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Manusia juga dinobatkan sebagai “khalifatullah fil ard” atau wakil Allah di muka bumi. Allah juga telah mengkaruniani hati dan pikiran yang di dalamnya memuat nurani dan potensi yang sangat luar biasa. Jadi sangat tidak masuk akal apabila Allah menciptakan manusia tanpa adanya tujuan penciptaan. Hal yang kita anggap sederhana atau sepele saja ada tujuan penciptaannya, apalagi manusia.

Sebagai seorang muslim, tentu sudah memahami bahwa tujuan Allah menciptakan manusia tidak lain adalah untuk beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Ibadah dalam artian yang luas, yaitu segala aktifitas, bisa berupa hati, ucapan maupun perbuatan yang dilakukan dengan niat untuk mencari rido Allah.

Manusia dengan segala aktifitasnya, penulis gambarkan layaknya sebuah benda tiga dimensi, yang mana benda tersebut bisa dilihat dari berbagai sisi. Namun jika dikelompokan secara umum, ada dua subjek pandang besar. Yang pertama, pandangan dari Sang Pencipta. Kemudian yang kedua, pandangan dari sesama manusia. Hal ini kadang kurang diperhatikan oleh manusia, padahal merupakan sesuatu yang sangat mendasar.

Jika dikaitkan dengan tujuan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, tetapi mengapa banyak manusia yang “beribadah” kepada sesama manusia? Ia dipantau dan diawasi oleh Allah, tetapi mengapa banyak manusia yang hanya takut kalau dipantau dan diawasi oleh manusia? Allah menilai pengabdian hamba-Nya, tetapi mengapa banyak manusia yang menganggap penilaian yang haq itu dari sesama manusia?

Beberapa pertanyaan di atas bisa sebagai bahan refleksi diri. Apakah kita termasuk orang yang orientasinya pandangan Allah atau pandangan sesama? Ini persoalan niat, persoalan yang sangat penting. Bahkan bisa dikatakan bahwa niat adalah ruhnya amal. Jika salah dalam niat, bisa berakibat fatal. Perjuangan, jerih payah, ataupun pengorbanan yang kita curhkan bisa kosong tanpa makna, dan yang didapat hanya “tepuk tangan” dari sesama. Naudubillah …

Pandangan baik dari sesama memang dibutuhkan, tapi bukan menjadi tujuan.
Biarlah kejernihan hati dan perbuatan yang akan memantulkan kemuliaan.

Wallohu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar