Jumat, 22 Juni 2018

PE DE


Bismillahirrohmaanirrohiim.

Memiliki rasa percaya diri dalam melakoni setiap episode kehidupan adalah dambaan setiap orang. Rasa ini menjadi salah satu motor penggerak bagi seseorang untuk melakukan aktifitasnya dengan ulet dan gigih. Tak hanya itu, percaya diri juga menjadi sebuah mental positif untuk terus teguh dan kukuh dalam mempertahankan prinsip dan pendiriannya. Dengan kuatnya rasa ini pula, seseorang bisa menjalin komunikasi dan hubungan sosial yang hangat.

Namun ada beberapa hal yang harus dipahami agar seseorang tidak salah dalam mengartikan istilah “percaya diri”. Sebagian orang menganggap percaya diri adalah merasa bangga terhadap kelebihan yang dimiliki. Ada pula yang mengatakan, percaya diri adalah menganggap orang lain lebih rendah dari dirinya.

Menurut pembaca, benarkah dua pengertian di atas! Bukankah percaya diri adalah sifat yang mulia! Bukankah sesuatu yang mulia tidak mungkin membuat atau menganggap orang lain hina!

Manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada dasarnya Allah memandang semua manusia itu sama, yang membedakan adalah ketakwaannya. Kalau kita berangkat dari pemahaman agama, percaya diri itu bukanlah bangga terhadap kelebihan diri, bukan pula menganggap orang lain lebih rendah. Percaya diri adalah menganggap bahwa semua manusia itu “sama”. Sama-sama ciptaan Allah, sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, sama-sama punya potensi untuk berhasil.

Untuk persoalan ketakwaan seseorang, biarlah Allah yang menilainya. Kita memang bisa melihat baik buruk seseorang, namun yang perlu diingat bahwa sehebat-hebatnya manusia, tak akan mampu menilai seseorang secara keseluruhan. Jangankan aspek rohani, aspek aktifitas jasmani saja hanya sebagian kecil yang mampu manusia lihat. Oleh karena itu, janganlah penilaian kita terhadap orang lain, membuat jiwa dan raga kita enggan untuk bergerak.

Teruslah melangkah, meski kondisi di bawah.
Teruslah berbuat, meski tangan dan kakimu berat.
Ingatlah kita manusia, kita sama-sama diciptakan oleh Allah Yang Maha Sempurna.
Wallohu a’lam.

Selasa, 19 Juni 2018

SIAP SUSAH


Bismillahirrohmaanirrohiim.

Setiap manusia menginginkan hidup selamat dan bahagia. Hidup yang senantiasa diliputi suasana tenang, damai dan serba menyenangkan. Terpenuhinya segala kebutuhan, baik dari segi materi maupun immateri. Banyak cara ditempuh demi tercapainya sebuah kebahagiaan. Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih dan sayang-Nya yang begitu luas, ibarat cakrawala yang tak berujung dan tak bertepi, terkadang membuat manusia lupa bahwa “Sebulir pasir bisa menjadi mutiara”.

Jika kebahagiaan yang ditemui, bersyukurlah dan bersabarlah.
Jika kesusahahan yang menghampiri, bersabarlah dan bersyukurlah.
Yakinlah tak ada yang sia-sia, terlebih bagi jiwa yang rela menerima dan terus berusaha.
Wallohu a’lam.

Senin, 18 Juni 2018

ANTARA TANGIS DAN TAWA


Bismillahirrohmaanirrohiim

Dalam hidup, dua hal ini tak bisa lepas dari kehidupan manusia, sudah menjadi sunnatullah dan ketetapan Allah yang tak bisa dipungkiri keberadaannya. Keduanya merupakan bagian dari sisi kemanusiaan yang Allah karuniakan kepada umat manusia. Tangis ibarat air hujan yang mampu membasahi dan menumbuhkan bumi, sedangkan tawa bagaikan bunga dan dedaunan yang tumbuh beraneka warna dan penuh keindahan. Manusia ketika menangis, kadang lupa saat dia tertawa. Begitu pula saat tertawa, sering kali lalai ketika ia menangis. Hari raya Idul Fitri merupakan salah satu momen kebahagiaan bagi umat Islam. Namun apakah kebahagiaan tanpa batas yang dikehendaki Islam?

Bukankah kita pernah mendengar keterangan bahwa, langit, bumi bahkan para malaikat pada saat Bulan Ramadhan akan berakhir, mereka menangis. Mereka bersedih karena tahu bahwa bulan yang penuh keberkahan, bulan yang penuh kemuliaan, penuh dengan rahmat, penuh dengan maghfirah, akan meninggalkan manusia. Masjid-masjid tak seramai lagi pada saat bulan Ramadhan. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an mulai lirih terdengar oleh telinga. Kebiasaan berbagi mulai mengikis.

Sadarkah kita dengan semua ini! Sudahkah kita beribadah, berjuang, belajar dan berdoa dengan maksimal di Bulan Ramadhan yang telah meninggalkan kita tahun ini! Yakinkah kita, telah menjadi golongan orang-orang yang muttaqin, setelah kita melakukan ibadah puasa sebulan penuh! Yakinkah kita, telah mendapatkan ampunan atau maghfirah dari Allah setelah kita banyak melakukan amal shaleh!

Mari kita belajar. Belajar menjadi manusia yang mampu melihat dari sisi yang berbeda, sehingga kita mampu tertawa dan menangis dengan elegan dan bijak. Mampu memiliki keyakinan yang menghujam, namun tak mengurangi kesadaran bahwa kita adalah hamba Allah yang sangat membutuhkan pertolongan dan kasih sayang dari-Nya. Sehingga keyakinan kita tak mengurangi sikap bergantung dan pengharapan kita terhadap Sang Maha Kuasa.
Wallahu a’lam

“Selamat hari raya Idul Fitri 1439 H, mohon maaf lahir batin. Semoga kita kembali pada kesucian, diberikan sikap istiqomah dalam berbuat baik, dan masih diberi kesempatan untuk bertemu Bulan Suci Ramadhan yang akan datang. Aamiin”