Kamis, 16 Maret 2017

SEMUT HITAM

Bismilahirrohmaanirrohiim
Suatu ketika saya duduk bersama seorang bapak-bapak setelah kami melaksanakan Shalat Duhur berjamaah. Kami berbicara "ngalor ngidul" (tidak ada tema yang jelas). Tetapi pembicaraan kami bukan berbicara tentang kejelekan orang lain atau pembicaraan yang menimbulkan dosa. Kami hanya bertukar pengalaman untuk menambah wawasan dan keakraban saya dengan beliau.
Ada satu kalimat yang beliau sampaikan kepada saya, yang sampai saat ini masih teringat betul kata-kata tersebut. Beliau mengatakan, “Bagai semut hitam yang berjalan di atas batu hitam pada malam hari.” Coba kita cermati dan bayangkan sejenak ungkapan tersebut. Menurut kalian, apa sebanarnya yang sedang beliau gambarkan melalui perumpamaan semut hitam tersebut? Apakah beliau sedang mendongeng, menceritakan kehidupan binatang atau menceritakan tentang manusia?
Saudaraku, saat ini kita hidup di zaman yang sangat luar biasa. Hiruk pikuk kehidupan sering kali membuat hati dan otak kita tidak bisa merasa dan berfikir dengan jernih. Contohnya adalah ketika berbuat dosa sering kali kita tidak merasakannya bahwa kita telah melakukan perbuatan yang melanggar aturan Allah. Jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar saja ada beberapa orang yang tidak bisa merasakannya.
Seorang anak yang sudah baligh berani membentak kedua orang tuanya, seorang pasien yang menganggap bahwa dokterlah yang memberinya kesembuhan, seorang karyawan atau pegawai yang menganggap atasanlah yang memberikan dia rizki, dan sebagainya. Bukankah itu beberapa dosa yang bukan kelas "teri" lagi. Durhaka kepada ibu bapak jelas dosa besar. Menganggap makhluk bisa menyembuhkan atau memberi rizki juga merupakan perbuatan dosa. Karena hakikatnya hanya Allah sajalah yang mampu menyembukan dan memberi rizki. Dokter, atasan, atau siapa saja yang kita sebut sebagai makhluk, mereka hanya sebagai lantaran saja.
Melalui contoh singkat di atas, telah menjelaskan sedikit bahwa “dosa” lah yang diibaratkan seperti “semut hitam”. Sedangkan kondisi zaman sekaranglah yang diibaratkan dengan “batu hitam dan malam hari”, karena telah mengkaburkan mata hati kita untuk melihat dan menyadari bahwa itu adalah dosa. Semoga Allah selalu menjadikan mata hati kita tetap bisa melihat terhadap sesuatu yang harus kita lihat.
Wallohu ‘alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar