Rabu, 13 September 2017

LOGIKA YANG TAK MASUK AKAL


Bismillahirrohmaanirrohiim.

Apabila pembaca memikirkan judul di atas, kira-kira apa yang ada dalam fikiran? Sepintas kita akan bertanya, “Logika itu kan masuk akal, tetapi mengapa di judul ada kata tidak masuk akal? Memangnya ada logika yang tidak masuk akal?” Menurut penulis, kurang lebih pembaca akan berfikir seperti itu. Judul artikel ini terkesan “nyleneh”, tidak akademis, dan mungkin membuat orang bingung. Tetapi bukan itu tujuan dari penulis. Ada hal penting yang perlu disampaikan dan direnungkan bersama.

 Ketika kita ditanya, “Kita bisa hidup di dunia lantaran siapa?” Jawabnya karena adanya Ibu dan Bapak. Ibu telah susah payah mengandung. Bapak berjuang mencari nafkah tanpa kenal lelah. Setelah lahir, orang tua merawat dan menjaga anaknya. Menginjak usia anak-anak, orang tua mendidik dan menyekolahkannya hingga remaja, bahkan ada yang sampai dewasa. Proses dan perjuangan yang dilakukan oleh orang tua tidak sebantar dan tidaklah mudah. Pertanyaan besarnya adalah, “Ketika orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang baik serta bisa hidup sukses dikemudian hari, menurut kalian masuk akalkah permintaan atau harapan orang tua tersebut?” Saya ulangi, “Masuk akalkah permintaan atau harapan orang tua tersebut?”

Menurut penulis, itu permintaan yang sangat masuk akal. Karena telah banyak waktu, tenaga, pikiran, keringat bahkan darah yang telah orang tua curahkan untuk buah hatinya. Jadi sangat wajar orang tua mempunyai keinginan dari anaknya. Namun ada sesuatu yang menurut penulis tidak masuk akal atau sulit dicerna oleh logika kita.

Orang tua telah berkorban banyak hal. Setelah anaknya mulai dewasa, orang tua ingin anaknya bisa mandiri. Ketika anaknya sudah bekerja, ternyata ITU adalah kebahagiaan utamanya, bukan pada uang yang akan ia terima dari anaknya. Kemudian orang tua ingin anaknya bisa berumah tangga. Setelah anaknya sudah punya istri atau suami, ternyata ITU adalah kebahagiaan terbesarnya, bukan pada karena ingin dihormati atau dirawat oleh menantunya. Kemudian orang tua ingin anaknya bisa hidup lebih mapan. Setelah tercapai, ternyata ITU adalah kebahagiaan pokoknya, bukan pada uluran tangan dari anaknya demi menyambung hidup disisa usianya yang semakin renta.

Dari gambaran di atas, menurut penulis itu sesuatu yang sulit dinalar oleh logika atau akal manusia. Inikah sepercik sifat Ilahiyah yang Allah karuniakan kepada Ibu dan Bapak!
Ya Allah, maafkan kami, yang masih sering menyakiti hati kedua orang tua. Izinkan kami untuk bisa berbuat baik kepadanya semaksimal yang kami bisa. Karena kami sadar, “secuwil” pun kami tidak akan mampu membalas kebaikan dan jasa Ibu Bapak. Damaikan hatinya serta ridoilah mereka…. Aamiin


Wallohu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar