Bismillahirrohmaanirrohiim.
Apabila pembaca
memikirkan judul di atas, kira-kira apa yang ada dalam fikiran? Sepintas kita
akan bertanya, “Logika itu kan masuk akal, tetapi mengapa di judul ada kata
tidak masuk akal? Memangnya ada logika yang tidak masuk akal?” Menurut penulis,
kurang lebih pembaca akan berfikir seperti itu. Judul artikel ini terkesan “nyleneh”,
tidak akademis, dan mungkin membuat orang bingung. Tetapi bukan itu tujuan dari
penulis. Ada hal penting yang perlu disampaikan dan direnungkan bersama.
Ketika kita
ditanya, “Kita bisa hidup di dunia lantaran siapa?” Jawabnya karena adanya Ibu
dan Bapak. Ibu telah susah payah mengandung. Bapak berjuang mencari nafkah
tanpa kenal lelah. Setelah lahir, orang tua merawat dan menjaga anaknya. Menginjak
usia anak-anak, orang tua mendidik dan menyekolahkannya hingga remaja, bahkan
ada yang sampai dewasa. Proses dan perjuangan yang dilakukan oleh orang tua
tidak sebantar dan tidaklah mudah. Pertanyaan besarnya adalah, “Ketika orang
tua menginginkan anaknya menjadi anak yang baik serta bisa hidup sukses
dikemudian hari, menurut kalian masuk akalkah permintaan atau harapan orang tua
tersebut?” Saya ulangi, “Masuk akalkah permintaan atau harapan orang tua
tersebut?”
Menurut penulis,
itu permintaan yang sangat masuk akal. Karena telah banyak waktu, tenaga,
pikiran, keringat bahkan darah yang telah orang tua curahkan untuk buah
hatinya. Jadi sangat wajar orang tua mempunyai keinginan dari anaknya. Namun ada
sesuatu yang menurut penulis tidak masuk akal atau sulit dicerna oleh logika
kita.
Orang tua
telah berkorban banyak hal. Setelah anaknya mulai dewasa, orang tua ingin
anaknya bisa mandiri. Ketika anaknya sudah bekerja, ternyata ITU adalah
kebahagiaan utamanya, bukan pada uang yang akan ia terima dari anaknya. Kemudian
orang tua ingin anaknya bisa berumah tangga. Setelah anaknya sudah punya istri
atau suami, ternyata ITU adalah kebahagiaan terbesarnya, bukan pada karena
ingin dihormati atau dirawat oleh menantunya. Kemudian orang tua ingin anaknya
bisa hidup lebih mapan. Setelah tercapai, ternyata ITU adalah kebahagiaan
pokoknya, bukan pada uluran tangan dari anaknya demi menyambung hidup disisa
usianya yang semakin renta.
Dari gambaran
di atas, menurut penulis itu sesuatu yang sulit dinalar oleh logika atau akal
manusia. Inikah sepercik sifat Ilahiyah yang Allah karuniakan kepada Ibu dan
Bapak!
Ya Allah, maafkan kami, yang masih sering menyakiti hati
kedua orang tua. Izinkan kami untuk bisa berbuat baik kepadanya semaksimal yang
kami bisa. Karena kami sadar, “secuwil” pun kami tidak akan mampu membalas
kebaikan dan jasa Ibu Bapak. Damaikan hatinya serta ridoilah mereka…. Aamiin
Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar