Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Suatu ketika ada pemuda yang pergi ke sekolah, namun ia lupa tidak membawa uang sakunya. Awalnya dia optimis akan kuat tidak makan sampai sore. Istirahat pertama ia masih kuat meski perutnya sudah mulai protes. Kemudian istirahat ke dua, ia sudah mulai gelisah, ditambah lagi ada jam olahraraga. “Duh ge mana ya, perutnya udah mulai sakit, liat temen-temen makan tetapi saya ga bawa uang. Mau pinjem ga enak, apa lagi minta.” Gumam dalam hatinya.
Mungkin bagi mereka yang sudah terbiasa melakukan puasa tidak jadi masalah, sayangnya ia belum terbiasa melakukannya. Tanpa disangka, alhamdulillah ada temen yang peka dan peduli sehingga ia mentraktir makan anak tersebut. Ia membelikan semangkuk baso panas dan satu gelas es the manis. Awalnya dia menolak tawarannya , tetapi akhirnya ia menerimanya karena terus-terusan dibujuknya. Anak tersebut sangat berterimakasih. Ia tidak pernah melupakan kebaikannya dan akan berusaha terus untuk berbuat baik kepadanya.
Dari kisah sederhana di atas, saya kira pernah kita saksikan atau bahkan kita sendiri pernah mengalaminya. Sikap peduli, dan tolong menolong ternyata begitu indah. Sikap “mampu berterimakasih” juga tak kalah indahnya jika seseorang mampu melaksanakannya. Ia tidak hanya mau menerima saja, tetapi juga mampu untuk mengucapkan terimakasih, memberikan sikap yang baik atau memberikan sesuatu bermanfaat untuk kehidupannya.
Sikap tahu balas budi tidak seperti ketika kita bayar hutang ke seseorang. Apabila bayar hutang jika sudah terlunasi maka sudah selesai urusannya. Sedangkan mental tahu balas budi atau tahu terimakasih adalah sikap baik yang diberikan kepada seseorang khususnya bagi mereka yang berjasa pada kita, tetapi dasarnya adalah keikhlasan. Yang mana keikhlasan itu tak mengenal balasan atau tak mengenal cukup. Dengan keikhlasan ia senantiaasa ingin memberi, memberi dan memberi, meski tak selalu berupa materi.
Dari kisah semagkuk baso tersebut ada satu hal penting yang sering tidak kita sadari. Anak yang menerima baso dari temannya ia sangat berterimakasih dan ingin selalu berbuat baik kepadanya. Tetapi yang menjadi pertanyaan, sudahkah kita mampu berterimakasih dan bertekad akan selalu berbuat baik kepada orang yang setiap hari memberi kita makan? Orang yang selalu merewat kita? Orang yang selalu menjaga, mendoakan dan memperjuangkan kita setiap hari? Orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk kebaikan kita.
Sudahkah kita berterimakasih kepadanya? Seberapa besarkah sikap baik kita yang kita berikan kepadanya? Orang itu adalah kedua orang tua kita, ibu bapak kita. Pikirkan dan renungkanlah apakah masih kurang jasa-jasa beliau sehingga kita tak mempu berterimakasih dan tak mampu berbuat baik kepadanya???
Wallohua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar