Minggu, 16 Oktober 2016

ANDAI KARAKTER DIPERLOMBAKAN

Bismilahirohmanirohim,
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menyaksikan sebuah pertandingan atau perlombaan, baik di acara televisi maupun melihatnya secara langsung. Bagi mereka yang mengikuti perlombaan pasti menginginkan kemenangan, sehingga rela berlatih dengan tekun dan giat. Tidak hanya itu, mereka juga rela mengorbankan banyak uang dan juga waktu asalkan kemenangan mampu ia raih. Biasanya seseorang yang menjadi pemenang akan mendapatkan hadiah, namun ada satu hal lagi yang tidak kalah berharganya yaitu ia mamperoleh nama baik atau harga dirinya terangkat.
Satu tanda tanya besar yang ada dalam pikiran saya, manakala melihat sebuah perlombaan. Mengapa karakter atau akhlak tidak dilombakan? Kedengarannya mungkin aneh, tetapi ada yang perlu kita pahami bersama.
Karakter atau akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting dan pokok dalam kehidupan manusia, semuanya pasti sepakat akan hal itu. Akan tetapi dalam praktiknya, banyak dari kita yang belum bersemangat untuk memperoleh akhlak yang baik. Apakah kita akan bersemangat jika hanya sedang mengikuti perlombaan saja? Coba tanyakan dalam diri kita masing-masing.
Apabila kita belajar agama, sebenarnya di dalam Islam juga ada perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau fastabiqul khairaat. Namun banyak yang kurang menyadarinya. Setiap saat tingkah laku kita ditulis oleh 2 malaikat dan disaksikan Allah swt. Apakah kita tidak malu sama Allah dan malaikat-Nya? Kita ini sedang lomba dan dinilai di hadapannya, tetapi yang kita lakukan asal-asalan, tidak bersemangat, bahkan sengaja melakukan kesalahan. Bukannkah dalam perlombaan kita menginginkan kemenangan, dan kemenangan bisa kita peroleh dengan usaha keras, penuh semangat, dan tidak banyak melakukan kesalahan.
Dari tulisan sedikit ini, semoga mamppu mengingatkan diri kita bahwa kita sebenarnya sedang berlomba. Berlomba untuk menjadi manusia yang baik, bermanfaat dan mendapatkan rido dari-Nya.
Wallohu a’lam,

Kamis, 13 Oktober 2016

SUDUT PANDANG

Bismillahirrohmanirrohim,
Kehidupan di dunia ini sungguh beraneka ragam. Begitu juga dengan benda-benda yang ada di dalamnya. Keberagaman itu bisa dilihat dari segi bentuk, warna, isi, kegunaan dan sebagainya. Apabila kita melihat satu benda saja, sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari darinya. Salah satunya berkaitan dengan sudut pandang.
Sebagai contoh, kita melihat sebuah televisi. Apa-apa yang kita lihat dari sisi depan akan berbeda dengan apa yang kita lihat dari sisi belakang, samping, atas, dalam, ataupun bawah. Padahal yang kita lihat adalah televisi yang sama, hanya saja arah atau sudut pandang kita saja yang berbeda.
Jika kita bawa dalam konteks kehidupan, sudut pandang pun akan tetap ada. Hanya saja dalam memandang lebih menggunakan ilmu dari pada panca indra mata. Misalkan ada suatu permasalahan, maka permasalahan tersebut bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang agama, sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Karena sudut pandang yang berbeda-beda, maka sangat memungkinkan terjadinya perbedaan hasil dari apa yang dilihatnya. Perbedaan itu bisa digunakan sebagai bahan perbandingan, pertimbangan ataupun pelangkap. Dari perbedaan tersebut, sebenarnya telah mendidik kita untuk bersikap bijak dan berpandangan luas. Selain itu, kita juga didik untuk bisa memahhami dan menghargai orang lain.
Bagi umat muslim khususnya, hendaknya menggunakan sudut pandang agama sebagai prioritas ia dalam memandang segala sesuatu. Karena agama merupakan pedoman umat muslim dalam mengarungi setiap lika-liku kehidupan di dunia ini.
Wallahu a’lam,

LEBAH

Bismillahirrohmanirrohim,
Suatu ketika tanpa disengaja saya mendenganr ceramah dari Alm. KH. Zainuddin MZ di siaran radio pagi hari. Yang dibahas waktu itu adalah yang berekaitan dengan lebah. Saya jadi penasaran, memangnya ada apa dengan binatang yang bisa menyengat itu? Saya duduk menghentikan aktivitas saya sejenak sambil memperhatikan apa yang disampaikan oleh Kyai yang sangat luar biasa tersebut. Dari yang disampaikan oleh beliau, kurang lebih ada 3 hal penting yang bisa kita ampil pelajaran dan hikmahnya dari binatang lebah.
Pelajaran pertama, yang dimakan oleh lebah adalah sesuatu yang baik. Lebah tidak mungkin makan makanan yang kotor atau sesuatu yang menjijikan. Sebagai manusia, kita harus berusaha selektif terhadap apa –apa yang akan dimasukkan ke dalam tubuh kita. Tidak hanya makanan dan minuman saja yang harus halal dan juga baik, tetapi juga ilmu yang kita pelajari hendaknya ilmu yang baik, ketrampilan yang baik, pengalaman yang baik, prinsip hidup yang baik, dan sebagainya.
Kemudian pelajaran yang kedua, sesuatu yang dikeluarkan oleh lebah adalah sesuatu yang baik. Lebah menghasilkan madu, yang mana ia mempunyai banyak sekali manfaat khususnya untuk kesehatan. Manusia selain harus memasukkan hal-hal yang baik, juga harus berusaha mengeluarkan hal-hal yang baik pula. Manusia memang tidak bisa mengeluarkan madu, tetapi manusia bisa mengeluarkan kata-kata atau ucapan yang baik, tingkah laku yang baik dan juga perangai yang baik. Jika yang kita keluarkan sudah baik, insyaallah akan memberi banyak manfaat untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain.
Kemudain pelajaran yang ketiga, lebah walaupun mempunya sengat, ia tidak mau mengganggu siapapun. Tetapi apabila keberadaaanya diganggu atau diusik maka ia akan mempertahankan dirinya. Sebagai manusai khususnya umat muslim, kita tidak boleh mengganggu orang lain atau makhluk lain. Karena keberadaan kita adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Akan tetapi kita juga mempunya harga diri, yang mana itu adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak boleh diinjak-injak oleh siapapun.
Tiga pelajaran diatas perlu kita renungkan, dan berusaha untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ada satu pelajaran lagi yang menurut saya sesuatu yang luar biasa yang dimiliki oleh lebah. Lebah itu adalah hewan yang sangat teliti, khusunya dalam membuat rumahnya. Lubang-lubang yang ada pada rumahnya semuanya berbentuk segi enam. Yang mana antara lubang satu dengan yang lainnya memiliki ukuran yang sama persis. Menurut penelitian juga menyebutkan bahwa lubang-lubang tersebut berbentuk segi enam itu karena bentuk yang paling efektif untuk menghemat bahan yang digunakan dan juga agar tidak ada space yang kosong. Sehingga tidak ada celah sedikitpun yang tidak terpakai.
Wallohu a’lam

Selasa, 11 Oktober 2016

RENUNGKANLAH

Bismillahirrohmanirrohim,
Kehidupan manusia itu bagai roda yang berputar. Kadang ia di atas dan kadang di bawah. Semua itu adalah sebuah keniscayaan bagi setiap manusia. Tak pandang orang berpangkat, orang berharta, atau hanya manusia biasa. Semuanya pasti pernah mengalami yang namanya kebahagiaan dan kesediahan.
Hal yang menurut saya aneh, sesuatu yang setiap saat menimpa manusia, semestinya kita sudah ahli dan mahir untuk menghadapinya. Ibarat naik sepeda, kita sudah sering melalui berbagai medan, seperti tanjakan, turunan, jalan yang licin, jalan yang berkerikil dan sebagainya. Rintangan itu semua pasti kita sudah lihai betul menghadapinya. Dalam keadaan normal, misal ketika diturunan, tidak mungkin kita mengayuh sepeda kita. Begitu juga ketika di tanjakan, kita juga tidak akan mengeremnya.
Lalu mengapa kita masih saja belum mahir menghadapai lika-liku rintangan dan naik turunnya kehidupan? Apakah dari kecil sampai sekarang masih kurang waktu untuk kita belajar dan memahami itu semua? Bukankah setiap hari kita telah dididik dalam kehidupan ini? Maka renungkanlah!....
Wallohu a’lam,

Senin, 10 Oktober 2016

ANTARA KEIKHLASAN DAN TAHU TERIMAKASIH

Bismillahirrohmanirrohim,
Siapa sih yang ga pernah memberi, atau menerima? Semua orang pasti pernah mengalaminya. Seperti apa rasanya memberi dan seperti apa rasanya menerima atau diberi? Dua hal tersebut merupakan suatu keniscayaan karena kita adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri.
Antara memberi dan menerima ada sesuatu yang harus kita ketahui dan kita laksanakan. Jika kita bisa melaksanakannya, maka kedua hal tersebut bisa banyak memberikan kebaikan, ketenangan dan kemanfaatan baik di dunia maupun di akhirat.
Bagi pihak yang memberi, ia harus melakukannya karena dasar keikhlasan. Bukan karena pamrih atau mengharapkan imbalan. Ia harusnya sudah cukup merasa senang jika bisa berbagi. Kemudian bagi pihak yang menerima, ia semestinya tidak hanya mengucapkan terimakasih atau merasa senang saja. Karena manusia mempunyai hati, yang mana ia bisa merasakan “apa yang harus saya lakukan? Saya merasa kasihan dengan orang yang telah memberikan kasihnya kepada kita, dan sebagainya.”
Ketika kita berada di pihak yang diberi, kita sebenarnya juga sedang belajar seperti apa rasanya diberi, dan kita termotivasi ingin memberi agar tahu juga seperti apa rasanya bisa memberi. Dan setelah diresapi ternyata meskipun memberi itu lebih sulit dan lebih berat, tetapi rasanya lebih bahagia dan lebih menenangkan hati.
Jika kita bawa dalam konteks hubungan orang tua dan anak, perlu juga kita merenungkannya. Orang tua kita dari kita masih dalam kandungan, beliau selalu memberi, memberi dan memberi dalam segala hal dan sisi kehidupan kita. Namun setelah anak dewasa, dan anak sudah mampu untuk memberi kepada orang tua, kadang kala anak lupa. Lupa untuk “berterimakasih” atau tahu terimakasih kepada ibu bapaknya.
Kami yakin, hampir semua orang tua dalam “memberi” kepada anak, itu tak kenal usia, karena kasih sayangnya sepanjang waktu. Tetapi bagi anak, semestinya terbuka mata hatinya sehingga mampu melihat betapa besarnya kasih sayang dan jasa-jasa ibu bapak kita. Sehingga sangat tidak mungkin jika ia melupakan atau mengacuhkan kedua orang tuanya. Si anak yang terbuka hatinya akan senantiasa memberi, memberi dan memberi sebisa dan semampu dia, sebagai bentuk ucapan terimakasih yang tak akan mungkin terlunasi sampai kapanpun.
Wallahu a’lam,

Minggu, 09 Oktober 2016

JIKA SAYA BERHASIL BUKAN SAYA YG BERHASIL TAPI ....

Bismillahirrohmanirrohim,
Betapa bahagianya ketika kita memperoleh kebahagiaan atau kemenangan. Banyak orang yang tersenyum manis, memberi selamat, memuji kita dan sebagainya. Semua itu terasa indah dan menyenangkan. Kita sudah mengetahuai bahwa sikap terbaik jika kita berada di posisi atas adalah dengan bersyukur, mengembalikan pujian tersebut kepada Allah, serta tidak terhanyut dalam kenikmatan yang melenakan. Namun ada satu hal lagi yang saya kira perlu untuk kita ketahui dan kita renungkan.
Jika kita memperoleh keberhasilan apapun itu, meski itu sesuatu yang sangat kecil dan remeh ternyata orang pertama yang berhak menerima keberhasilan kita bukan diri kita sendiri, melainkan …..
Coba siapa menurut kalian? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya berikan contoh sederhana. Misalkan kita mengikuti pertandingan sepak bola. Setelah berlatih dengan giat akhirnya kita memperoleh juara 1. Kemudian yang saya tanyakan, ketika bertanding sepak bola ketrampilan dasar apa yang harus dimiliki? Jawabanya adalah ketrampilan berlari. Lalu sebelum berlari kita harus bisa apa dulu? Yaitu kita harus bisa berjalan. Kemudian siapa orang yang mengajari kita berjalan? Tidak lain dan tidak bukan jawabannya adalah kedua orang tua khususnya ibu.
Ini adalah salah satu contoh sederhana yang sering luput dari pemikiran kita. Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang ternyata muaranya adalah jasa dari ibu dan bapak kita. Dari contoh diatas, kita bisa belajar bahwa ternyata ada sosok yang sangat berjasa dalam hidup kita. Yang mana dalam setiap kebaikan yang kita dapatkan, ada jasa mereka yang menjadi pokok atau modal pertama sehingga kita bisa meraihnya.
Oleh karena itu, jangan pernah kita melupakan jasa ibu bapak kita. Kita harus sadar bahwa kita sama sekali tidak bisa membalas kebaikan mereka, yang bisa kita lakukan adalah berusaha selalu untuk berbuat baik, mendoakan dan jangan pernah melupakan tetesan air mata dan kucuran keringat yang telah mereka persembahkan untuk kita, sebagai buah hati dan pelita harapannya.
Wallahu a’lam,

Sabtu, 08 Oktober 2016

SEMANGKUK BASO

Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Suatu ketika ada pemuda yang pergi ke sekolah, namun ia lupa tidak membawa uang sakunya. Awalnya dia optimis akan kuat tidak makan sampai sore. Istirahat pertama ia masih kuat meski perutnya sudah mulai protes. Kemudian istirahat ke dua, ia sudah mulai gelisah, ditambah lagi ada jam olahraraga. “Duh ge mana ya, perutnya udah mulai sakit, liat temen-temen makan tetapi saya ga bawa uang. Mau pinjem ga enak, apa lagi minta.” Gumam dalam hatinya.
Mungkin bagi mereka yang sudah terbiasa melakukan puasa tidak jadi masalah, sayangnya ia belum terbiasa melakukannya. Tanpa disangka, alhamdulillah ada temen yang peka dan peduli sehingga ia mentraktir makan anak tersebut. Ia membelikan semangkuk baso panas dan satu gelas es the manis. Awalnya dia menolak tawarannya , tetapi akhirnya ia menerimanya karena terus-terusan dibujuknya. Anak tersebut sangat berterimakasih. Ia tidak pernah melupakan kebaikannya dan akan berusaha terus untuk berbuat baik kepadanya.
Dari kisah sederhana di atas, saya kira pernah kita saksikan atau bahkan kita sendiri pernah mengalaminya. Sikap peduli, dan tolong menolong ternyata begitu indah. Sikap “mampu berterimakasih” juga tak kalah indahnya jika seseorang mampu melaksanakannya. Ia tidak hanya mau menerima saja, tetapi juga mampu untuk mengucapkan terimakasih, memberikan sikap yang baik atau memberikan sesuatu bermanfaat untuk kehidupannya.
Sikap tahu balas budi tidak seperti ketika kita bayar hutang ke seseorang. Apabila bayar hutang jika sudah terlunasi maka sudah selesai urusannya. Sedangkan mental tahu balas budi atau tahu terimakasih  adalah sikap baik yang diberikan kepada seseorang khususnya bagi mereka yang berjasa pada kita, tetapi dasarnya adalah keikhlasan. Yang mana keikhlasan itu tak mengenal balasan atau tak mengenal cukup. Dengan keikhlasan ia senantiaasa ingin memberi, memberi dan memberi, meski tak selalu berupa materi.
Dari kisah semagkuk baso tersebut ada satu hal penting yang sering tidak kita sadari. Anak yang menerima baso dari temannya ia sangat berterimakasih dan ingin selalu berbuat baik kepadanya. Tetapi yang menjadi pertanyaan, sudahkah kita mampu berterimakasih dan bertekad akan selalu berbuat baik kepada orang yang setiap hari memberi kita makan? Orang yang selalu merewat kita? Orang yang  selalu menjaga, mendoakan dan memperjuangkan kita setiap hari? Orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk kebaikan kita.
Sudahkah kita berterimakasih kepadanya? Seberapa besarkah sikap baik kita yang kita berikan kepadanya? Orang itu adalah kedua orang tua kita, ibu bapak kita. Pikirkan dan renungkanlah apakah masih kurang jasa-jasa beliau sehingga kita tak mempu berterimakasih dan tak mampu berbuat baik kepadanya???
Wallohua’lam

Jumat, 09 September 2016

MENANG TAPI KALAH

Bismillahirrohmanirrohim,
Siapa sih yang tidak ingin menang? Setiap orang dalam melakoni lika liku kehidupannya pasti ingi jadi yang terbaik, ingin jadi nomer satu dan ingin menang dalam segala hal. Kompetisi untuk meraih kemenangan akan sangat tampak jika kita melihat atau terlibat langsung dalam sebuah pertandingan. Segudang kenikmatan telah mengobar jiwa dan semangat seseorang untuk melakukan apa saja asalkan ia bisa meraih sebuah kemenangan. Tak hanya uang yang rela ia korbankan, bahkan nyawapun siap menjadi taruhannya.
Menjadi pemenang dalam kehidupan di dunia memang harus kita kejar. Karena meskipun kita hanya singgah sebentar di dunia, tetapi kita juga harus mampu menjadi tamu yang baik dan tamu yang memiliki prestasi sehingga kita akan merasa nyaman dan bahagia. Setelah manusia berusaha keras dan berdoa, kemudian bertawakal kepada-Nya. Jika kita diizinkan memperoleh keberhasilan, pasti kita merasa sangat senang, pujian datang silih berganti, tepuk tangan meriah, senyum penghormatan yang hangat, dan sebagainya yang semua itu kadang kala membuat seseorang terbius dan lupa siapa dirinya sebenarnya.
Pada saat ia lupa diri, bahkan membangga-banggakan dirinya sendiri. Pada saat itulah sebenarnya ia kalah dihadapan Tuhannya. Meskipun ia sebagai pemenang di mata manusia, namun ia kalah karena ia tidak mampu untuk mengingat siapa yang memberikan kemenagan tersebut. Ia kalah karena ia tidak bisa menahan egonya yang besar, dan ia kalah karena tak mau berterimakasih dan tak menyadari siapa dirinya sendiri. Jadilah pemenang sejati, yang tak hanya jadi pemenang di mata manusia, tapi juga jadi pemenang di hadapan Allah swt, tuhan pencipta alam semesta.
Wallohu ‘alam

Kamis, 08 September 2016

PAKAIANKU KEDODORAN

Bismillahirrohmanirrohim,
Waktu masih kecil dulu kita pasti pernah mencoba-coba menggunakan pakaian ayah atau ibu kita. Pada saat kita memakainya kita tertawa sendiri, begitu juga bagi orang yang melihatnya. Apalagi kalau baju yang kita pakai ukurannya ekstra besar yang hampir menutup semua tubuh kita laksana tertelan oleh baju sang ayah atau ibu.
Jika anak kecil yang memakainya hanya akan mengundang tawa saja. Tetapi jika yang mengenakannya orang dewasa yang sudah bisa berfikir, berakal, dan bisa menempatkan ko ia menggunakan baju yang sangat-sangat besar, maka yang terjadi tidak hanya mengundang tawa, tetapi orang lain akan mengira orang tersebut adalah orang aneh, atau orang yang tidak bisa menempatkan.
Tentu kita sepakat bahwa jika orang dewasa yang melakukan hal tersebut adalah hal yang tidak pantas, aneh dan memalukan jika dilihat. Tetapi pernahkah kita berfikir jangan-jangan kita pernah melakukannya atau bahkan sering melakukannya dalam konteks yang berbeda. Dalam surah Al Fatihah yang setiap hari kita baca, sekurang-kurangnya 17 kali dalam shalat sehari semalam, ada yang memiliki arti “segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.”
Yang namanya pujian itu hakikatnya adalah milik Allah. Kita bisa melakukan sesuatu yang luar biasa itu juga atas seizin Allah. Mungkin kita bertanya-tanya buktinya apa? Silahkan jawab dalam hati dengan jujur pertanyaan dibawah ini.
Siapa yang memberi kita hidup?
Siapa yang menjamin rezeki kita?
Siapa yang memberi kita kekuatan dan kesempatan?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang semuanya ternyata bermuara pada Allah Dzat Yang Maha Kuasa.
Manusia memang sering lupa diri. Banyak dari kita yang senang dipuji. Mukin masih wajar kalau untuk anak kecil, bahwa pujian menjadi motivasinya untuk melakukan sesuatu. Namun jika sudah dewasa akan terlihat lucu, aneh dan tidak sesuai jika motivasi kita hanya agar dapat pujian. Karena kita sudah bisa berfikir dan menempatkan. Pujian itu milik Allah, jadi kita tidak boleh merebut hak Nya. Andaikan ada orang yang memuji kita, kembalikan pujian itu kepada Allah dengan mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), diikuti dengan kesadaran bahwa pujian yang kami terima adalah untuk Allah bukan untuk saya. Saya hanya ketitipan saja. Sebagai manusia harus banyak merenung, seberapa banyak dosa kita. Dan pantaskah kita mendapatkannya. Semoga kita diberi kekuatan untuk senantiasa ingat, bersandar dan bersyukur kepada Nya. Aamiin
Wallahu a’lam



Rabu, 07 September 2016

BURUNG TERBANG KARENA SAYAP, ATAU .....

Bismillahirohmanirrohim
Pernahkah kita melihat burung terbang diangkasa? Pertanyaan ini sebenarnya ga perlu saya tanyakan, karena jawabannya sudah pasti pernah. Tetapi pernahkah kita berfikir mengapa burung bisa terbang? Apakah benar karena ia mempunyai sayap sehingga ia bisa terbang. Mukin anak belum sekolah pun sudah tahu karena sayaplah burung bisa terbang. Kita yang sudah remaja atau dewasa apakah hanya mengiyakan tanpa mau berfikir lebih dalam dan lebih jauh lagi. Karena kita tidak mau kan dianggap seperti anak TK atau bahkan balita. He
Jika kita cermati baik-baik, burung punya sayap dan ia bisa terbang, tetapi kenapa ada burung atau hewan yang bersayap tidak bisa terbang? Kemudian contoh yang lain, manusia punya kaki dan ia bisa berjalan, tapi kenapa ada manusia yang mempunyai kaki tetapi tidak bisa berjalan?
Ternyata burung bisa terbang atau manusia bisa berjalan itu bukan semata-mata karena punya sayap atau kaki. Ada sistem yang sangat rumit dan sangat rapi yang membuat semua itu bisa berfungsi. Kemudian yang jadi pertanyaan lagi, sistem itu apakah burung yang buat sehingga ia bisa terbang? Atau manusia yang buat sehingga ia bisa berjalan?
Ternyata tidak, itu semua ada karena titipan dan kehendak dari yang Maha Pencipta. Itu semua adalah nikmat dan bukti yang Allah lekatkan dalam tubuh makhluknya. Jadi sekarang kita tahu, jika ditanya mengapa burung bisa terbang? Ternyata yang pertama karena kehendak Allah, dan yang kedua karena ia dikaruniai sayap yang mana didalamnya terdapat sistem mekanisme kerja yang sangat teliti dan rumit.
Wallahua’lam

Selasa, 06 September 2016

IKAN DI AKUARIUM

Bismillahirrohmaanirrohiim….
Siapa sih yang ga pernah lihat ikan hias yang merada dalam akuarium. Tentu semuanya pernah melihatnya, apalagi anak kecil, ia sangat suka menyaksikan ikan yang seolah-olah menari-nari menghibur siapa saja yang melihatnya. Ikan dengan beraneka warna yang sangat menarik dan berbagai bentuk yang unik, seperti bulat, panjang pipih, dan masih banyak lagi.
Namun pernahkah kita melihat dari sudut pandang lain ketika kita melihat ikan hias yang ada di akuarium. Ikan tersebut ternyata memiliki suatu perilaku yang sangat mulia jika kita mau memahami dan merenungkannya. Kehidupannya telah terbatasi oleh kotak kaca sempit, yang membuatnya tak bisa pergi bebas. Meskipun serba terbatas, ia tetap mondar-mandir berusaha mencari rizki, tanpa kenal lelah. Ia juga –mungkin-  menyadari bahwa hanya pemiliknya yang memberi makan kepada dirinya, tetapi ia tidak pernah menyerah untuk mencari rezeki dengan usahanya sendiri. Entah dikasih makan atau tidak, ia tetap bergerak mencari makan, ia seolah tak menghiraukan hasilnya, yang penting berusaha, berusaha, dan berusaha.
Selain itu, ikan tersebut juga selalu menampakkan keceriaannya, meskipun sebenarnya ia dalam keadaan menderita. Ia juga tidak pernah putus asa –karena ngambek- misal sang pemilik lupa tidak memberi makan, ia tidak pernah hilang harapan dan tidak pernah berhenti berusaha, apapun hasilnya tak ia hiraukan. Dan satu hal yang menarik lagi, ketika sang pemilik memberi makan, ikan menerimanya dengan senang hati, apapun makanannya ia terima, andaikan tidak ia sukai, ia tetap berusaha memakannya agar sang pemilik tak kecewa dengan apa yang diberikannya. Ia terlihat selalu bersyukur dengan apa yang ia alami dan yang ia peroleh dalam hidupnya.
Saudaraku, kita sebagai manusia hendaknya mau belajar walaupun dengan ikan sekalipun. Manusia sering kali menolak terhadap apa yang ia peroleh, manusia juga sering berputus asa, tidak mensyukuri nikmat yang ia peroleh, dan ia sering membangkang terhadap Sang Pencita yang menciptakan kita. Selama ini jangan-jangan kita kalah dengan ikan yang ada di akuarium. Ikan yang kita pandang rendah, ternyata bisa lebih mulia dari manusia. Dari perenungan sederhana ini, semoga kita termasuk manusia yang senantiasa berusaha giat, selalu mensyukuri nikmat dan selalu ikhlas dengan pemberian-Nya.
Untuk mengakhiri tulisan ini, perlu kita sadari bersama bahwa  Allah sangat menyayangi hambanya, ia tidak pernah lupa memberi rizki, berbeda dengan manusia –pemilik ikan di akuarium- yang sering kali lupa dan bahkan sengaja tidak memberi makan ikannya. Jadi hakikatnya tidak ada alasan lagi bagi manusia sebagai hamba Allah untuk membangkang terhadap perintah-perintah-Nya.
Wallohua’lam

Minggu, 04 September 2016

BISA MELIHAT TAPI TAK MELIHAT

Bismillahirrohmanirrohiim….
Mata merupakan salah satu karunia terbesar yang Allah titipkan kepada manusia. Setiap manusia tidak ada yang menciptakannya sendiri, Allah lah yang tanpa diminta sudah memberikannya kepada manusia untuk mampu melihat ciptaan-ciptaan-Nya. Andaikan mata kita ditukar dengan gunung emas sekalipun, kita pasti tidak mau memberikannya. Ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa nikmat Allah yang diberikan kepada manusia sangat luar biasa nilainya, itu baru mata belum lagi nikmat-nikmat yang lainnya.
Dunia dengan segala macam pernak-pernik perhiasannya yang begitu menawan, hanya bisa dinikmati jika kita mampu melihatnya. Seperti pemandangan di pegunungan yang sangat indah, pemandangan di pantai ketika matahari terbit maupun tenggelam, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang buruk juga bisa dilihat melalui mata, seperti lingkungan yang kotor dan berantakan membuat tidak enak dilihat, selokan air yang tergenang terlihat airnya sampai berwarna hijau bahkan mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan lain sebagainya.
Satu hal kecil yang menurut saya cukup unik untuk dijadikan sebuah renungan yaitu terkait dengan remaja. Dunia remaja adalah dunia mencari jati diri, mereka banyak menggunakan matanya untuk melihat-lihat –observasi- berbagai macam pekerjaan yang ideal dan cocok untuk dirinya, melihat-lihat rumah megah agar kelak sudah ada gambaran rumah seperti apa yang akan dibangunnya ketika sudah dewasa. Begitu juga terkait dengan jodoh, bagi laki-llaki maupun perempuan seringkali dan bahkan tanpa disadari mereka senang dan suka melihat-lihat laku-laki yang tampan –bagi perempuan-, dan lperempuan yang cantik –bagi laki laki-. Itu semua dilakukan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka mencari-cari pasangan ideal yang ia harapkan hadir dan ia dapatkan dikemudian hari.
Namun ada satu hal penting yang sering dilupakkan remaja,  yaitu mereka hanya kagum ketika melihat wanita cantik atau pria yang tampan, dan ia berhenti pada pandangannya seperti itu. ia lupa bahwa ada Dzat yang menciptakannya. Ia terlalu mengagung-agungkan dan memujinya kepada yang ia anggap sempurna, padahal hakikatnya itu semua adalah pemberian dari Allah, bukan semata-mata ia ciptakan tubuhnya sendiri. Mestinya kita mulai menyadarinya, bahwa satu-satunya pemilik pujian adalah Allah. Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Allah juga berhak dan mampu membuat yang baik menjadi buruk, begitu juga sebaliknya yang buruk menjadi baik.
Boleh-boleh saja mengagumi ciptaan Allah, asalkan diikuti dengan kesadaran bahwa pujian dan kekagumannya disandarkan kepada kemaha Kuasaan Allah, bukan pada makhluknya. Oleh karena itu dalam Islam ada konsep yang sangat indah, misalkan seorang muslim melihat sesuatu yang menakjubkan agar mengucap subhanalloh, ketika melihat sesuatu yang buruk mengucapkan masyaallah, kemudian ketika mendapat pujian dari orang lain, yang harus diucapkan adalah alhamdullilah, ia mengembalikan pujian itu kepada Allah. Ketiga contoh tersebut merupakan sebagian kecil contoh bahwa semuanya pasti ada kaitannya dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, sebagai manusia yang masih diberi kesempatan hidup di dunia ini, semestinya kita tidak hanya melihat tetapi tidak melihat. Kita harus bisa melihat hakikat dari sesuatu yang kita lihat. Ada Allah yang menciptakannya, memeliharanya dan Dia mampu menciptakan yang lebih baik atau pun lebih buruk dari yang kita lihat. Sehingga bagi orang yang beriman dan menginginkan sesuatu yang indah maupun yang baik, hendaknya jangan tinggalkan Allah, jangan membangkang dengan perintah-perintah-Nya. Bukankah kita hidup dibuminya Allah dan kita menggunakan segala fasilitasnya –termasuk udara-. Jadi sangat tidak sopan manakala manusia menginginkan yang baik tetapi mereka tidak mau berbuat baik kepada yang memberikan kebaikan tersebut.
Semoga kita dijauhkan dan dijaga dari hal-hal yang tidak baik, kemudian kita diberikan kekuatan dan kemampuan agar bisa melihat dan bisa menyadari hakikat dari sesuatu yang kita lihat, sehingga kita tidak termasuk orang yang melihat tapi tak melihat.
Wallohua’lam

Sabtu, 03 September 2016

GARIS FINISH KEMENANGAN ABADI

Bismillahirrohmanirrohim…
Setiap orang hidup pasti memiliki tujuan yang ingin ia capai. Salah satu tujuan yang utama adalah menjadi orang yang mulia. Siapa sih yang ga ingin hidupnya mulia, ia akan dihormati, dipuji, disanjung-sanjung bahkan selalu dihargai apapun yang ia lakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai cara manusia lakukan. Ada yang memperdalam ilmu agama, ilmu sosial, ilmu hunaiora dan sebagainya. Mereka juga tak sebatas menuntut ilmu saja, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kiranya itu semua merupakan hal yang sangat baik, namun akan berbalik menjadi hina manakala ia sampai terperosok dalam sifat ria bahkan sombong ketika impiannya sudah tercapai. Ia merasa dirinya lebih unggul dari orang lain, serta memandang rendah sesama manusia. Ia menganggap bahwa dirinya telah berhasil manakala banyak orang yang menghargainya dan memujinya. Ia lupa bahwa hidupnya sebenarnya belum selesai.
Ibarat atlet pelari, ia masih berada dalam lintasan larinya dan belum mencapai garis finish. Saya kira perlu direnungkan bahwa seorang pelari akan dikatakan berhasil atau menang manakala telah sampai di garis finish dengan prestasi yang baik-tercepat. Belum bisa dikatakan menang walaupun ia bisa berlari dengan sangat cepat di lintasan larinya, namun ia tiba-tiba berhenti atau tidak bisa berlari lagi sebelum mencapai garis finish. Itu semua merupakan hal yang sangat mungkin, karena dalam lintasanya pasti ada berbagai macam rintangan, misal berbelok, lurus, menanjak, menurun dan sebagainya, yang mana jika pelari lengah maka akan terperosok dan bisa mengakibatkan cedera berat.
Saudaraku, dari perumpamaan sederhana di atas mestinya kita mulai sadar bahwa manusia dikatakan berhasil dalam hidup manakala ia telah berhasil mencapai garis finish dengan prestasi yang baik. Yang dimaksud penulis, dengan istilah mencapai garis finish dengan prestasi yang baik adalah meninggal dengan khusnul khotimah. Oleh karena itu, sudah jelas bahwa selama pertandingan hidup ini belum selesai, hakikatnya seseorang belum bisa dikatakan menang karena masih banyak rintangan dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di arena pertandingan kehidupan. Disinilah pentingnya niat yang benar, sikap rendah hati, serta sikap takut dan harap kepada Sang Pencipta. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mulia, kemudian tidak lengah dengan adanya titipan kemuliaan tersebut, serta kelak bisa meninggal dengan khusnul khotimah. Aamiin
Wallohua’lam…

Jumat, 02 September 2016

ASA YANG TAK PERNAH PUPUS

Bismillahirrohmanirrohim…
Hidup di zaman modern seperti sekarang ini, begitu banyak tuntutan, semakin ketat persaingan dan semakin merebak sikap individualitas manusia. Kondisi seperti itu ternyata ditambah dengan keinginan-keinginan semu yang membuatnya semakin tersiksa melakoni kehidupan ini. Sebagai contoh ketika melihat orang lain punya mobil, kita ingin memilikinya, ketika orang lain punya rumah megah kita ingin mendapatkannya, ketika orang lain punya pasangan yang sangat cantik kita ingin memilikinya, bahkan ketika orang lain jadi presiden kita ingin menjadi presiden.
Kenginan-keingiinan itu sebenarnya sah-sah saja asalkan kita tidak sampai terlarut dalam “kebahagiaan mimpi”. Memang manusia diciptakan memiliki potensi untuk selalu mendapatkan hal yang lebih baik, tetapi yang menjadii persoalan impian-impian itu tidak diimbangi dengan ikhtiar yang cukup, atau impian itu sebenarnya –menuurut kalkulasi manusia- tidak mungkin tercapai, sehingga bukan kebahagiann atau kehidupan yang lebih baik, melainkan penderitaan dan kesedihan yang ia dapat karena dirinya sendiri.
Ditambah lagi dengan kondisi manusia yang hakikatnya merupakan makhluk lemah, yang dalam artian ia tidak tahu menjadi apa satu tahun kedepan, sebulan kedepan, seminggu kedepan, bahkan sedetik kedepan. Ia tidak mengetahui kejadian yang hendak ia terima. Manusia hanya bisa berikhtiar dan berharap hanya itu saja.
Dalam islam sebenarnya sudah diatur apa seharusnya yang manusia lakukan agar hidupnya kedepan selalu lebih baik, tetapi juga tidak sampai terlarut dalam kesedihan dan penderitaan. Allah adalah pemilik alam semesta, termasuk manusia. Namum manusia sendiri seringkali melupakan eksistensinya bahkan terkadang manusia sombong dengan apa yang telah dilakukannya. Manusia menyangka bahwa hasil yang ia peroleh mutlak dari usahanya, tanpa campur tangan Sang Pencipta.
Pandangan tersebut sangat keliru. Segala sesuatu terjadi pasti karena izin dari-Nya. Manusia diperintahkan untuk berusaha secara maksimal diiringi doa, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Konsep yang ditawarkan islam seperti itu, saya rasa sangat indah, karena mengingat keterbatasan kita sebagai manusia yang mana tidak bisa menentukan sebuah hasil. Setelah kita bisa menyandarkan semua keinginan-keinginan dan segudang harapan kepada Allah setelah kita berikhtiar sungguh-sungguh, selanjutnya kita harus meyakini bahwa apapun yang terjadi, entah baik atau buruk –dalam penilaian manusia- tetapi itu semua pasti terbaik bagi kita, karena Allahlah yang menciptakan kita sehingga Allahlah yang paling tahu tentang apa yang terbaiki untuk ciptaan-Nya.
Tulisan singkat ini sebenarnya ingin mengingatkan kembali kita semua bahwa manusia sering lupa, ia menyandarkan hasil dan harapannya kepada selain Allah, sehingga itu sama arinya dengan bergantung pada sesuatu yang lapuk, yang tidak memungkinkan untuk bisa menopang beban lagi, bahkan menopang bebannya sendiri saja mungkin juga sudah kewalahan. Oleh karena itu, sebagai manusia yang mana sebagai makhluk, hendaknya kita hanya menyerahkan hasil dan harapan kita kepada Sang Khalik, Ia yang Maha Kuat dan Maha Penyayang, yang tak mungkin mengecewakan hamba-hamba-Nya yang mau bergantung kepada-Nya.
Wallohua’lam….